Minggu, 1 Oktober 2023 | MasjidRaya.comTentang Kami | Kontak Kami
MasjidRaya.commedia silaturahmi umat
Syiar
Masjid Raya Bandung, Riwayatmu...

Dari Atap Rumbia ke Kubah-Menara Kembar

Selasa, 22 Maret 2022
Dok.MRB

MasjidRaya.com - Mulanya hanya sebuah tajug. Bangunan tradisional berupa panggung bertiang bambu, berdinding bilik, beratap rumbia. Entah siapa yang menggagas atau mendirikannya, namun sejak awal berdirinya pada tahun 1812, tempat ibadah ini seolah ditakdirkan untuk mengiringi perjalanan sejarah Kota Bandung. Perkembangannya yang penuh warna sehingga menjadi sebuah masjid yang agung, boleh dikata cermin langkah sejarah dari Kota Bandung itu sendiri.

Mulanya memang hanya sebuah bangunan yang teramat sederhana. Namun tajug di Alun-alun ini, telah mampu menjadi sarana ibadah dan sosial bagi warga kota saat itu. Keberadaannya sangat terasa bagi umat Islam. Konon, suara kohkol dan bedugnya saja terdengar sampai ke seluruh penjuru kota, bukan hanya di puseur dayeuh saja.

Pertama kali mempercantik diri pada tahun 1826, setahun setelah terjadi kebakaran besar di kawasan Alun-alun. Secara berangsur-angsur bangunannya diganti dari bilik dan bambu menjadi bangunan berkonstruksi kayu.

Selanjutnya pada tahun 1850, Masjid ini oleh Bupati R.A. Wiranatakusumah IV dirombak. Dindingnya menjadi tembok bata, dan atapnya dengan genting berbentuk bale nyungcung tumpuk tiga. Bentuk atap inilah yang kemudian melahirkan nama lain bagi Masjid Agung pada saat itu, yaitu bale nyungcung.

Memasuki tahun 1930-an, masjid ini mengalami masa keemasan sebagai pusat ibadah dan kegiatan sosial masyarakat. Masjid tidak hanya digunakan untuk shalat dan belajar ngaji saja, tetapi juga digunakan untuk kegiatan keagamaan lainnya, seperti menjadi baitul mal bahkan menjadi tempat akad nikah. Saat itu, rasanya kurang afdol kalau calon pengantin tidak melakukan akad nikah di bale nyungcung.

Peningkatan fungsi masjid secara perlahan diikuti dengan penyempurnaan bangunan seperti adanya penambahan pendopo dengan sepasang menara pendek di kiri kanan bangunan. Atap masjid pun dibuat semakin tinggi menjulang ke langit, sehingga mengingatkan orang tentang eksistensi masjid.

Masjid ini mengalami perombakan total pertama kalinya pada tahun 1955, saat Kota Bandung dipilih menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika. Perombakan ini membuat wajah masjid berubah total. Atap bangunan induk bale nyungcung diubah menjadi bentuk kubah segi empat bergaya Timur Tengah. Juga dilengkapi dengan kubah bawang di sebelah selatan masjid.

Pada tahun 1970, Masjid Agung kembali mengalami perombakan total. Bukan hanya atap kubah diganti dengan bentuk joglo, masjid pun dibangun bertingkat. Ada jembatan beton yang menghubungkan bagian atas masjid dengan Alun-alun, dan menara dibuat menjadi lebih tinggi. Selain itu, masjid baru ini dilengkapi dengan fasilitas yang lebih baik, seperti tempat wudlu dibangun secara khusus.

Perombakan total kembali dilakukan pada 2001, yang mencoba mengembalikan "keagungan" masjid yang nyaris tenggelam oleh aktivitas masyarakat sekitarnya. Perombakan yang diilhami oleh Masjid Nabawi di Madinah ini, mengubah Masjid Agung menjadi bangunan yang tidak hanya indah, tetapi juga nyaman dan aman.

Pada 2003, pembangunan Masjid Agung diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat, yakni H.R. Nuriana. Namanya pun menjadi Masjid Raya Bandung karena secara resmi menjadi masjid Provinsi Jawa Barat.

Kini, Masjid Raya Bandung berdiri megah dan tampak eksotik dengan kehadiran menara kembarnya. Dengan luas tanah keseluruhan mencapai 23.448 m² dan luas bangunan 8.575 m², Masjid Raya Bandung dapat menampung sekitar 13.000 jamaah. Lokasinya yang berada di pusat kota --di Alun-alun Bandung dekat ruas Jalan Asia-Afrika-- membuat masjid kebanggaan warga Bandung dan Jawa Barat ini begitu mudah untuk ditemukan.* ainun - masjidraya.com


KATA KUNCI:

BAGIKAN
BERI KOMENTAR