Minggu, 1 Oktober 2023 | MasjidRaya.comTentang Kami | Kontak Kami
MasjidRaya.commedia silaturahmi umat
Syiar
Renungan dari Menara Kembar

POST POWER SYNDROM

Selasa, 1 September 2020
H. Muhtar Gandaatmaja
Rubrik Khusus Ketua DKM Masjid Raya Bandung Jabar setiap Selasa

Beradaptasi dengan sesuatu pergeseran, perubahan dan pergantian memang bukan perkara mudah. Kadang menyakitkan. Diperlukan persiapan mental yang baik. Kalau  tidak,  akan menuai kekecewaan jangka panjang, berakibat stres, depresi dan bahkan gila.

Mr.  George, sebut saja begitu, sewaktu berdinas seperti raja. Menyangkut  keperluan hidupnya selama 24 jam, 75 s.d. 95 % dilayani orang lain. Membuka dan menutup pintu mobil oleh supir pribadi. Tas dan keperluan rapat dibawa Asistennya. Naskah pidato atau sambutan dipersiapkan Sekretarisnya. Kemana mana dikawal oleh para “Bodyguard nya.” Mau makan, minum,  tidur; di Restoran dan Hotel mana; di dalam atau di luar negeri, bisa. Karena  dia ada di posisi puncak di korpsnya. Telunjuknya sangat  sakti, sekali nunjuk bisa  merubah nasib bawahannya   ke posisi mulya atau terhina.

Tiga tahunan lewat,  Mr. George berhenti dari Instansi yang dibanggakannya.  Ia pensiun. Tragis! Malah,  katanya,  bukan pensiun tapi dipensiunkan gara gara  ia sering memposisikan diri sebagai Bos, bertindak  melampaui batas kekuasaan dan kewenangannya padahal ia sudah di “baeat” agar tunduk dan patuh kepada pimpinan tertingginya, yaitu Bos. Bukan itu saja kesalahannya. Si Bos, melalui orang kepercayaannya,  menerima pengaduan dari istri George bahwa di luar dirinya, George  punya lagi satu permaisuri dan dua selir. Jadi, semuanya empat.

Ketika Berjaya  baik di kantor, di rumah,  atau di mana saja,   gerak dan nafasnya amat bergantung kepada bantuan  orang lain.  Sekarang terbalik,  semuanya harus dikerjakan sendiri. Ia kecewa berat. Pundi pundi hasil kumpul sana kumpul sini waktu dinas, rupiah atau dolar  yang jumlahnya besar , cukup untuk menggerakan orang buat nanti kalau punya keinginan menjadi Bos, tak juga mampu memupus keresahan jiwanya.

Kekayaannya yang melimpah ruah:  tanah daratan, rumah, sawah,  perkebunan, villa, mobil dan motor mewah, tidak otomatis membuatnya  tenang. Hatinya bimbang,  resah, gelisah, marah  kalau pendapatnya tidak diikuti, mudah tersinggung dan muncul rasa khawatir  yang berlebihan.

Melihat  kondisi suaminya seperti ini,   istrinya, tentu yang pertama, istri kedua, ketiga dan keempatnya entah dimana, mungkin lagi shoping di Negara tetangga atau ke Erofa, menyarankan  agar suaminya konsultasi ke Psikiater.  Apa Jawaban Ahli Psikiatri ini? Ternyata Mr. George mengalami gejala kejiwaan yang disebut “Pos Power Syindrome”.  Yaitu suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan,  jabatan, atau popularitas  yang diikuti dengan perasaan menurunnya nilai diri.

Dokter menyarankan agar George menyibukan diri dengan hal-hal positif : mendekatkan diri kepada Allah SWT.,  dengan puasa, ngaji, solat;  olah raga  naik  gunung,  bersepeda, golf,  istirahat yang cukup; melukis, membuat puisi dan menyusun karya-karya ilmiah sebagai bahan  seminar atau diskusi,  atau aktivitas apa saja yang bermanfaat sebagai obat kegundahannya. Diperjalanan pulang ke rumah, George berpikir bahwa tidak  mungkin semua kegiatan ini dilakukan sendirian, enggak seru! Pikirnya. Dia ingat teman yang  sama-sama kecewa dan sakit hati.

MR. George dan pasukan BSH (Barisan Sakit Hati) nya, “para mantan,” yang berlatar belakang keahlian dan profesi macam-macam, jagoan-jagoan yang kelebihannya banyak, kekurangannya sedikit, hanya “kurang iman.” Berkumpul merumuskan apa saja yang akan dikerjakan sesuai saran dokter spesialis tadi. Sang penasihat spiritual, ia adalah Maha Resi juga sebagai Dewan Penasehat Majelis Spiritual,memberikan arahan  bahwa kegiatan yang tepat sekarang, menurutnya,  adalah pentas seni baca puisi dan deklarasi, “itu lebih sehat,”  katanya. Dalam urusan  hasut menghasut orang yang satu ini ahlinya, dia berpengalaman turut bersama sama dalam barisan penggulingan Raja ke empat di Negara Antah Berantah. Buatnya masalah dosa dan pahala  tidak menjadi patokan.

Maka dari itu,  jika nanti   nonton   acara panggung politik, walau mereka mengatakan tidak berpolitik, tontonlah dan simak dengan baik.  Awas!,  jangan usil nanti kita yang  disalahkan. Karena dalam hal putar memutar, bermanuver  dan menjungkirbalikan fakta mereka jagoannya. Maklum sang spiritualis ini salah satu murid kesayangan Mbah Dorna. Tontonlah dengan khusu’, khidmat dan dengan rasa  welas asih, sesungguhnhya para BSH ini  sedang therapy dari “Post Power Syndrom.” Doakan,  agar  mendapat taufiq hidayah Allah SWT. Selamat bertafakur!

Penulis:
Ketua DKM Masjid Raya Bandung Jabar - Ketua Yayasan al-hijaz Aswaja Bandung



BAGIKAN
BERI KOMENTAR