Minggu, 4 Juni 2023 | MasjidRaya.comTentang Kami | Kontak Kami
MasjidRaya.commedia silaturahmi umat
Syiar
Renungan Akhir Pekan

PELAJARAN HIJRAH

Sabtu, 29 Agustus 2020
H. Yahya Ajlani
Rubrik Khusus setiap hari Sabtu

Sekalipun bulan Muharram bukan bulan hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah, tetapi ummat Islam sudah menjadikan bulan ini sebagai bulan pertama dalam hitungan tahun hijriyah. Maka tidak salah kiranya kalau kita mengambil pelajaran dari hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah 1442 tahun yang lalu.  Hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah merupakan momen yang sangat penting dalam Islam. Karena dengan adanya hijrah,  agama Islam bisa tumbuh pesat dan tersebar luas ke seluruh penjuru negeri seperti sekarang ini.

Memperhatikan sejarah hijrah Rasulullah SAW. yang demikian heroik dan melelahkan, kita bisa mengambil banyak pelajaran.  Pertama, setiap kebaikan pasti ada tantangannya. Usia 0 – 40 tahun kehidupan Muhammad SAW.  penuh dengan pujian dan sanjungan. Bahkan dengan akhlaknya yang mengagumkan, beliau digelari al-Amiin (yang terpercaya). Tidak ada satu pun opini atau citra negatif  disematkan padanya.  Tetapi setelah menyampaikan dakwah Islam, ternyata beliau mendapat tantangan yang sangat besar, berbalik 180 derajat.  Tidak kurang cacian, makian dan ancaman ditujukan kepada beliau. Sampai-sampai seluruh kafir quraisy bersepakat bahwa Muhammad SAW. harus ditangkap dan dipenjarakan, diusir dari kota Mekah atau dibunuh.   Opsi terakhir ini yang mereka sepakati, yaitu Muhammad SAW. harus dibunuh bersama-sama sehingga Bani Abdi Manaf  akan sulit menuntut balas. Inilah pelajaran bahwa kita tidak perlu sakit hati, kalau dalam melaksanakan kebaikan masih ada orang yang tidak mendukung,  tidak simpati atau bahkan memusuhi kita. Menjadi orang shaleh (baik) itu gampang  tetapi menjadi mushlih (memperbaiki yang lain) itu tidak mudah.

Kedua,  untuk melakukan kebaikan tidak boleh asal-asalan, tetapi perlu rencana yang matang. Peristiwa hijrah ini bukanlah dadakan. Tetapi Rasulullah terlebih dahulu membangun kekuatan di tempat tujuan (Yatsrib). Pada tahun ke-12 kerasulan, Nabi Muhammad melakukan bai’at kepada 13 jama’ah haji Yatsrib di bukit Aqabah.  Setahun setelah itu, beliau juga membai’at sekitar 72 orang jema’ah haji dari Yatsrib di tempat yang sama.  Peristiwa itu diabadikan dalam sejarah sebagai Baiatul Aqabah ke-1 dan ke-2.  Bahkan nabi juga mengutus seorang muballigh yaitu Mus’ab bin Umair untuk dakwah di Yatsrib.  Jadi ketika Rasul tiba di Yatsrib,  disana sudah siap menerima dengan baik, tanpa penolakan.   Ini pelajaran agar semua rencana yang baik tidak dilaksanakan asal-asalan.

Ketiga,  ketika melakukan kebaikan harus memakai strategi.  Ketika Muhammad SAW. dan Abu Bakar  hendak hijrah ke Yatsrib, mereka berdua beristirahat dulu selama 3 hari di bukit Tsur.  Padahal bukit itu berada pada arah berlawanan dengan Yatsrib.  Abu Bakar meminta puteranya Abdullah memperhatikan perkembangan kota Mekah.  Puterinya yang bernama Asma disuruh datang setiap sore mengantarkan makanan. Hamba sahayanya bernama Amir bin Fahirah disuruh mengembala kambing di sekitaran bukit Tsur. Demikian juga penunjuk jalan  Abdullah bin Uraiqit  sudah siap melaksanakan tugas.  Dengan strategi ini, kaum kafir quraisy terkecoh, sehingga beliau dan Abu Bakar bisa lolos sampai Yatsrib.

Keempat, tidak terlalu membangun citra, tetapi lebih memperhatikan guna. Ketika tiba di pinggiran Yatsrib, tepatnya di daerah Quba, disana beliau membangun masjid.  Masjid itu diberi nama Masjid Quaba.  Beliau tidak menisbatkan nama masjid dengan diri atau keluarga. Bukan Masjid Muhammad  atau Masjid Fatimah misalnya.  Tetapi dinisbatkan kepada daerah masjid itu berada, sehingga setiap orang punya rasa memiliki. Ini pun merupakan pelajaran bagi kita,  bahwa semua amal kebaikan yang penting guna dan manfaatnya, bukan citra dan nama baik pelakunya.

Kelima, mengutamakan persatuan dan persaudaraan.  Setelah sampai di Yatsrib, Muhammad SAW. mengganti kota itu dengan nama Madinah dan mempersatukan kaum muhajirin dengan kaum anshar dilandasi nilai ukhuwwah yang sangat tinggi. Mereka dipersaudarakan satu per satu bagaikan satu ikatan keluarga.  Bahkan dengan sebutan anshar (penolong) pun memiliki nilai penghargaan yang sangat tinggi bagi penduduk madinah.  Ini mengandung makna bahwa persaudaraan Islam harus di bangun dengan pondasi yang kuat. Tidak roboh dengan badai kepentingan apapun.  Dengan persaudaraan, maka Islam menjadi kuat tak tergoyahkan.

Sebanyak kita merenungkan perjalanan hijrah, maka sebanyak itu pula kita akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Mudah-mudahan kita bisa menghijrahkan diri, dari yang jelek kepada yang baik dan dari yang sudah baik menjadi lebih baik. Dan semangat hijrah itu tetap menyala sampai akhir hayat.[]

Penulis : Pengurus DKM Masjid Raya Bandung & Ketua Yayasan Baitul Ma’mur



BAGIKAN
BERI KOMENTAR