
PAHLAWAN KELUARGA
![]() |
Rubrik Khusus Ketua DKM MRB setiap hari Selasa |
MRB-Judul di atas mungkin tidak lumrah, umumnya sebutan pahlawan dilekatkan kepada tentara yang gugur di medan perang. Atau disematkan kepada mereka yang tewas ketika melaksanakan tugas. Tempat pemakamannya pun eksklusif “ Taman Pahlawan.”
Kata Pahlawan, bahasa Sansekerta, “phala-wan” yaitu orang yang bisa menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama. Atau, kata Pahlawan merupakan gabungan kata “Pahala” dengan kata “wan” . Setiap ada akhiran kata “wan” biasanya menunjukan arti “banyak, ” “lebih,” atau “sempurna.” Kata juta, bila ditambah kata wan menjadi “jutawan,” artinya orang yang banyak duit (sekarang Milyuner atau trilyuner?). Rupa-wan berarti cantik atau ganteng. Derma-wan artinya orang yang banyak berderma, amat peduli pada orang lain, atau orang yang suka menolong. Warta-wan artinya orang yang ahli (bukan tukang) memberitakan. Dan “pahlawan,” berarti orang yang banyak pahalanya.
Ulama, Kiayi, Guru, olah ragawan, atlit, artis, komedian dan siapa saja yang telah berjasa dan memberi manfaat untuk masyarakat luas, tidak salah kalau kita gelari pahlawan sesuai bidangnya. Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang bekerja di luar negeri, disebut pahlawan. Pahlawan devisa. Mereka memang layak jadi pahlawan, sebab jasanya bukan hanya menyumbangkan real dan dolar saja ke kas Negara, tapi juga atas “keikhlasannya” dikuras dan diperas dengan berbagai macam “pungli” di Bandara.
Tahun 1990-an, di Amerika, ada kontes keluarga. Yang dinilai: ter-utuh dan ter-lama membina rumah tangga, tidak ada perceraian dan anak-anak mulus terdidik hingga mereka berkeluarga. Yang berhasil mencapai prestasi tersebut mendapat hadiah dan dinobatkan sebagai pahlawan. Beralasan memang, Amerika khususnya, sudah lama resah menghadapi persoalan keluarga warganya. Masalah brocken home, anak-anak yang menjadi liar, minuman keras, narkoba, pergaulan dan sex bebas mewabah, dari waktu ke waktu menunjukan angka yang sangat mengkhawatirkan. Makanya bagi keluarga yang mampu mempertahankan keutuhan keluarganya berhak mendapat hadiah fantastis.
Entahlah, bermula dari mana, kerap terdengar dalam nasihat pernikahan, istilah rumah tangga dengan kalimat “…bagai mengarungi bahtera ….., “ Dalam bahasa Sunda popular terdengar ucapan “…dina raraga ngojayan sagaraning …..” Mungkin, namanya juga mungkin, bisa benar bisa salah, karena membina rumah tangga itu tidak sederhana dan mudah, maka tingkat kompleksitas dan kerumitannya dianalogikan laksana mengarungi lautan. Setiap waktu berhadapan dengan badai, topan, angin kencang dan gelombang dahsyat. Jika selamat dari semuanya, kelak akan menemukan pantai kebahagiaan diseberang sana.
Rumah tangga adalah satuan masyarakat terkecil dalam masyarakat luas. Para Arif Bijaksana berkata: jika rumah tangga tegak maka tegaklah masyarakat. Bila rusak maka rusak pula masyarakat dan bangsa. Sebab, masyarakat luas lahir dari masyarakat terkecil, yaitu rumah tangga.
Saya, anda, kami dan kita semua tentu berharap, idealnya, di usia senja tetap mesra dengan pasangan kita. Tawa canda ria dengan anak cucu melengkapi suka bahagia dimasa tua. Pulang ke kampung abadi , negeri Akhirat, sudah disiapkan “rumah idaman” : Surga. Tak perlu resah dan gelisah meninggalkan anak cucu tercinta di alam maya, karena mereka telah berhasil menyandang gelar yang jauh lebih mulia dari sekedar sarjana, yaitu “Anak solih/solihah.” Gelar itu mereka peroleh berkah susah payah kita. Kita akan tersenyum di alam keabadian memetik buah dari pohon yang kita tanam di alam dunia, yaitu ridho, maghfirah dan rahmat Allah SWT.
Semakin lengkap kebahagiaan kita di alam keabadian manakala setiap saat menerima butiran mutiara dan berlian terbuat dari tetesan air mata anak kita sewaktu berdo’a usai sholat lima waktu, sholat dhuha ---dan mudah-mudahan--- do’a di sepertiga akhir malam. Mereka bersimpuh mohon kepada Allah SWT: “Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama robbayani shoghiro.” Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa kedua orangtuaku dan cintailah keduanya sebagaimana mereka mencintai aku diwaktu kecil. Amin….Amin….Amin Ya Rabbal ‘Alamin!. Wallahu A’lam
Penulis: Ketua DKM Masjid Raya Bandung Jabar/ Ketua Yayasan al-hijaz Aswaja Bandung