Minggu, 4 Juni 2023 | MasjidRaya.comTentang Kami | Kontak Kami
MasjidRaya.commedia silaturahmi umat
Mimbar
Kyai Amin Fauzan Badri

Penemu Metode Baca Cepat Kitab Kuning

Minggu, 17 September 2017
IST.
KYAI Amin Fauzan Badri.*

MRB - “Di sini santri keluar masuk, menyesuaikan dengan metode. Begitu dia sudah khatam, biasanya terus pulang”.

Demikian disampaikan Kyai Amin Fauzan Badri, pengasuh Pesantren Kyai Amin yang berada di Desa Brakas, Kecamatan Klambu, Kecamatan Grobogan, Jawa Tengah. Di Pesantren Kyai Amin setiap harinya ada 25 santri yang belajar membaca kitab kuning atau kitab “gundul”. Para santri kebanyakan berasal dari daerah di sekitar Jawa Tengah.

Jumlah santri yang belajar memang sedikit. Bukan tak ingin menambah jumlah santri, namun keberadaan pesantren yang sangat sederhana, menjadi kendala bagi Kyai Amin untuk menambah santri. Bangunan pesantren hanyalah bangunan sederhana. Lantainya terbuat dari papan kayu dan dindingnya dari anyaman bambu.

Tak ada fasilitas mewah di pesantren ini, Para santri harus mau tidur berdesakan, karena pesantren ini hanya mempunyai dua kamar. Begitu juga saat mandir, mereka harus mau antri berjam-jam karena kamar mandi hanya ada satu.

Terlepas dari fasilitas yang minim, namun pesantren ini mempunyai keunggulan dalam belajar membaca kitab kuning. Menggunakan metode Al-Ikhtishor, para santri bisa belajar membaca kitab kuning dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan metode lainnya. Bahkan kenggulan lainnya, para santri lulusan Pesantren Kyai Amin, tak hanya lancar membaca tetapi juga mengetahui makna dan gramatiknya.

Dikutip dari Kemenag.go.id, metode Al-Ikhtishor ditemukan oleh pengasuh pesantren, Kyai Amin. Metode cepat baca kitab kuning ini dibuat karena pengalaman masa lalunya saat masih di pesantren, yakni sulitnya membaca kitab kuning.

“Semua teman saya di pesantren dulu itu hafal kitab Alfiah, karena itu menjadi syarat kenaikan kelas.Tapi hanya sedikit yang mampu membaca dan menguasai kandungan kitab kuning dengan baik,” tutur pria kelahiran Keling Kelet Jepara, Jawa Tengah pada 7 Desember 1975 ini.

Lulus dari pesantren, Kyai Amin mulai merumuskan metode membaca kitab kuning secara mudah dan cepat. “Saya berpikir, bahwa membaca kitab itu mestinya mudah, karena susunan dalam bahasa arab itu hanya berupa Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah. Jika dua jumlah ini dikuasai, semua akan jadi mudah. Baru setelah dipelajari pokoknya, susunannya berupa jumlah ismiyah atau fi’liyah, dipelajari pelengkapnya, yaitu jar-majrur, fi’il-fail, maf’ul bih, maf’ul muthlaq, dharaf, na’at wa man’ut, isim munsharif, ghairu munshorif, isim isyarah, dan lain-lainnya,” paparnya.

Kyai Amin menamakan metode yang dibuatnya sejak tahun 2005 itu dengan nama Al-Iktishor. Selain Al-Ikhtishor Jumlah Ismiyah dan Fi’liyah, Kyai Amin juga menulis kitab kecil sebagai rujukan (maraji’) bagi dua kitab sebelumnya. Kitab berukuran kecil itu menukil dari sejumlah kitab Alfiah dan sharaf.

Kyai Amin menjelaskan, kitab yang dikarangnya hanya terdiri dari dua kitab pokok dan satu kitab maraji' (referensi). Kitab pertama menjelaskan cara membuat Jumlah Ismiyah. Sedangkan kitab kedua menjelaskan cara membuat Jumlah Fi’liyah.

Menurutnya, untuk mengaji dua kitab Al-Ikhtishor cukup diselesaikan dalam tempo 2 bulan atau 52 kali pertemuan. Satu bulan pertama mengaji Jumlah Ismiyah, dan bulan kedua mengaji Jumlah Fi’liyah. Proses belajarnya menurut Kyai Amin cukup 1 jam dalam sehari.

Jika sukses meng-khatamkan Al-Ikhtishor, santri sudah siap mengaji kitab kuning. Dalam praktik tersebut dibagi menjadi tiga tahapan, pemula, menengah, dan tinggi. Masing-masing tahapan ditempuh selama 3 hingga 6 bulan. Pada tahap pemula, mengaji kitab Fathul Qarib. Tahap menengah kitab Tahrir dan tahap tinggi, mengaji kitab Nihayatuz Zayn.

“Saat mulai menyusun kitab ini, sebenarnya tidak semua kaidah gramatika Bahasa Arab dikuasainya dengan baik. Karenanya, begitu selesai ditulis, segera dibawanya ke gurunya di Mathaliul Falah di Kajen Margoyoso Pati untuk di-tashih,” ungkapnya.

Setelah di-tashih, guru kyai Amin di Mathaliul Falah berpesan agar tulisan yang sudah dikoreksinya dibuka di rumah. Sesampai di rumah, tulisan itu kemudian dibuka, dan ternyata semua disilang memakai bolpoin merah, tanda salah semua.

“Saya buka halaman per halaman, semua berisi silang merah. Saya takut, minder dan menyerah dengan semua kesalahan itu. Dalam benak saya bergumam, saya tidak berani meneruskan tulisan ini.

Tapi di halaman akhir tulisan itu, ada tulisan tangan guru saya tadi, man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil,” kenangnya.

Membaca tulisan tangan gurunya, kiai Amin yang sudah takut, tiba-tiba muncul keberanian untuk meneruskan kembali menulis dan memperbaiki semua kesalahan yang sudah diberi tanda merah oleh gurunya.

“Saya terus berusaha memperbaiki semua kesalahan itu. Dan selang beberapa lama, setelah saya perbaiki, saya tashihkan lagi ke guru saya, dan alhamdulillah lulus, tidak ada coretan,” kenangnya.

Dari pengalaman itu Kyai Amin yakin, bahwa kunci keberhasilan seseorang terletak pada niat dan kemauan kerasnya. Karena itu, Kyai Amin berpesan kepada semua santrinya dan mereka yang ingin bisa membaca kitab kuning agar memiliki niat yang bulat dan belajar dengan semangat. “Syarat untuk belajar bisa membaca kitab kuning di sini ini cuma dua, yaitu bisa membaca tulisan Arab dan tulisan latin (Indonesia),” katanya.* ati/kemenag.go.id – MasjidRaya.com


KATA KUNCI:

BAGIKAN
BERI KOMENTAR