Minggu, 4 Juni 2023 | MasjidRaya.comTentang Kami | Kontak Kami
MasjidRaya.commedia silaturahmi umat
Syiar
Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Didirikan Para Wali, Terjaga Hingga Kini

Kamis, 20 Juli 2017
IST.
MASJID Agung Sang Cipta Rasa Keraton Kasepuhan Cirebon.*

MRB - Cirebon adalah salah satu kerajaan Islam tertua yang ada di Pulau Jawa selain Demak. Rasanya kurang lengkap apabila kita menggambarkan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, tanpa menyinggung sejarah perkembangan Islam di tanah Jawa, khususnya di Jawa barat.

Menurut kitab Purwaka Caruban Nagari dan Babad Tanah Cirebon, pembentukan kerajaan Islam pertama di Jawa Barat ini sudah mulai muncul sejak abad 14 Masehi. Bermula dari sebuah kampung nelayan kecil bernama Muara Jati, kampung ini kerap dilabuhi oleh berbagai kapal dagang asing, seperti Cina dan Arab.

Kawasan ini termasuk daerah kekuasaan Prabu Siliwangi. Salah serorang putranya yang bernama Walangsungsang, ditunjuk oleh Prabu Siliwangi untuk memimpin daerah pelabuhan yang cukup ramai ini. Walangsungsang yang sudah memeluk agama Islam tersebut lantas dikenal sebagai Cakrabuana.

Pada sekitar tahun 1378 M, Cakrabuana memisahkan diri dari kerajaan Galuh Pajajaran, dan memproklamirkan sebagai Kerajaan Islam Cirebon. Kerajaan kecil ini semakin berkembang, setelah Cakrabuana menyerahkan tampuk kekuasaan kepada kemenakannya sendiri yang bernama Syarif Hidayatullah pada tahun 1479 M, kelak ia lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Keraton Kerajaan Cirebon didirikan di Lemah Wungkuk, sekarang Alun-alun Kota Cirebon. Keraton ini diberi nama Pakungwati, sekarang bernama Keraton Kasepuhan. Di sebelah barat keraton, berdiri pula Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang dibangun oleh Wali Songo, sekitar tahun 1500 M.

Pamor dari kerajaan Cirebon semakin cemerlang, bersamaan dengan Kerajaan Demak Bintoro dan Kerajaan Banten, dan bukan kebetulan ketiganya mempunyai pertalian keluarga yang sangat erat. Masa keemasan kerajaan Islam ini berbarengan dengan runtuhnya kekuasaan Pajajaran.

Arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa disebut-sebut menyerupai Keraton Kerajaan Demak. Interior masjid ini sangat unik, pintu masuknya ada sembilan yang melambangkan sembilan wali. Pintu ini sengaja dibuat rendah, hingga orang dewasa yang ingin memasuki masjid harus membungkuk dengan hati-hati. Di dalam masjid, masih berdiri dengan kokoh 4 tiang soko guru buatan para wali. Ada sebuah tiang di sebelah tenggara yang disebut soko tatal, konon tiang ini dibuat Sunan Kalijaga dengan memanfaatkan serpihan kayu-kayu bekas.

Mihrabnya yang unik dilengkapi dengan ukiran bunga teratai buatan Sunan Kalijaga. Menurut pihak keraton, ukiran ini melambangkan filsafat hayyun ila ruhin. Juga ada tiga ubin yang khusus ditempelkan oleh Sunan Gunung Jati, Kalijaga, dan Sunan Bonang, hal ini mengandung makna Iman, Islam, dan Ihsan.

Hingga saat ini, Masjid Agung Cipta Rasa tetap terpelihara dengan baik. Setiap seminggu sekali, selalu diadakan pengajian rutin, dan selebihnya dipakai beribadah oleh umat dari seluruh Nusantara yang kerap berziarah ke tempat ini.

Setiap hari, di luar bangunan utama masjid, selalu dipenuhi umat yang bertafakur dan bermalam di masjid. Sepulang dari menjalani serangkaian kegiatan ibadah, umumnya umat yang datang dari luar Cirebon akan membawa bekal berupa air dari sumur tempat berwudlu para wali.

Ada sebuah cerita menarik mengenai bentuk atap masjid yang berbentuk limas, dan bukan berbentuk meru dengan hiasan puncak/momolo, layaknya masjid kuno di Demak, Kadilangu, atau Masjid Agung Banten.

Dahulu, ketika Cirebon dipimpin oleh Panembahan Ratu, berjangkit wabah penyakit yang menyerang penduduk, lantas Panembahan Ratu melepas tongkat saktinya yang melayang-layang hingga menyambar momolo sampai putus. Wabah penyakit pun sirna, sejak saat itu, Sunan Kalijaga menyarankan untuk membiarkan momolo yang hancur tersebut hilang dari atap masjid, hingga saat ini.* abu ainun - MasjidRaya.com


KATA KUNCI:

BAGIKAN
BERI KOMENTAR