Telaah
Perlu Kecerdasan Ilahiyah
MasjidRaya - Memperhatikan realitas kehidupan sehari-hari, kita akan mendapati persoalan-persoalan pelik di masyarakat. Kesemrawutan lalu lintas, pencemaran lingkungan, dan ketidakdisiplinan hidup merupakan persoalan kita sehari-hari. Sepertinya, masalah-masalah tersebut telah menjadi pemandangan sehari-hari, sehingga tak jarang hal itu dianggap sebagai kewajaran. Akibatnya, keinginan untuk mengubahnya pun sudah tidak ada lagi.
Di sini --seperti pernah diungkapkan guru besar ITB Prof. Dr. Ir. Hermawan K. Dipoyono, sepuluh tahun lalu-- kita mulai menyentuh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Perbedaan penting antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terletak pada kemampuan daya ubah.Kecerdasan emosional memungkinkan kita memutuskan berbagai persoalan secara tepat dalam setiap kondisi dan keadaan.
Sementara kecerdasan spiritual posisinya lebih dari itu, yaitu memungkinkan manusia menjadi kreatif, mampu mengubah batasan dan mampu memainkan batasan-batasan tersebut. Kecerdasan spiritual juga memberi kita kemampuan untuk memberi rasa moral.
Menurut pengertian aslinya, kecerdasan spiritual tidak ada kaitannya dengan agama. Dalam pengertian ini, Adolf Hitler merupakan orang yang cerdas secara spiritual. Dia mampu mengubah bangsanya yang memiliki rasa rendah diri akibat kalah dalam Perang Dunia I, menjadi bangsa yang diperhitungkan dunia.
Seseorang yang telah diberikan berbagai aturan untuk tidak ber-KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), namun dia masih juga tetap korup, maka bisa juga dikatakan memiliki kecerdasan spiritual. Dia menghancurkan batasan-batasan itu dengan sangat cerdas, sehingga dapat keluar dari batasan yang diberikan dan bebas dari jeratan hukum.
Oleh karena itu, ungkap Hermawan K Dipoyono, kita tidak boleh berhenti pada kecerdasan spiritualitas itu. Ada kecerdasan yang lebih penting, yaitu kecerdasan ilahiyah. Rasulullah adalah orang yang sangat cerdas. Beliau cerdas secara emosional dan spiritual karena telah mampu keluar dari tekanan-tekanan norma jahiliyah. Bahkan norma-norma jahiliyah itu akhirnya tunduk kepada makna hidup yang disampaikan Rasulullah, atas bimbingan nilai-nilai ilahiyah.
Kecerdasan ilahiyah adalah inti atau kekhususan bagi kecerdasan spiritualitas. Oleh karena itu, seseorang yang cerdas secara ilahiyah pasti tidak akan pernah tunduk pada tekanan yang diberikan oleh lingkungannya yang hendak mengarahkan kepada nilai-nilai yang negatif. Menurut para peneliti, kecerdasan spiritual dan kecerdasan ilahiyah keduanya dapat dibina, dibentuk dan ditingkatkan tanpa batas.
Untuk supaya mampu melakukan perubahan terhadap tekanan-tekanan dari luar, diperlukan dua faktor, yaitu harus memiliki rasa takut kepada Allah dan memiliki semangat untuk taat kepada Allah. Keduanya harus berjalan secara beriringan.
Sekarang, kita sebenarnya berada dalam perjalanan untuk meraih kualitas-kualitas yang menjadi ciri (identitas) dari seseorang yang memiliki kecerdasan ilahiyah. Kualitas yang hendak diraih itu tidak lain adalah ketaqwaan, yang erat kaitannya dengan takut dan taat kepada Allah.
Berkenaan dengan kualitas diri kita, Al-Quran telah menyebutkan sejumlah tanda-tanda muttaqin (orang-orang taqwa). Salah satu diantaranya adalah berlaku adil. "Berlakulah adil, karena itu lebih dekat kepada taqwa." Di sini, adil merupakan tanda bagi orang yang bertaqwa.
Berbicara soal adil, dalam agama Islam tidak pernah lepas dari persoalan leadership (kepemimpinan). Dan berbicara tentang kepemimpinan, berarti berbicara tentang manusia semuanya, karena kita semua dilahirkan sebagai leader (pemimpin). Pemimpin dengan tanggung jawab kepemimpinannya, akan menghadapi dua pilihan.
Pertama, pilihan yang menyebabkan dia menyesal sepanjang hayat, bahkan sampai di akhirat nanti. Hal ini terjadi apabila dia tidak mampu melaksanakan amanah kepemimpinannya secara adil.
Kedua, pilihan yang menyebabkan dia memperoleh surga yang penuh kenikmatan (jannaat an-na'im). Mereka ini akan memasuki surga dengan singkat tanpa dihisab. "Sesungguhnya bagi orang-orang muttaqin itu disediakan di sisi Tuhannya surga yang penuh kenikmatan."***